NOTARIS SERING MENDAPAT MASALAH KARENA PARA PIHAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG MENGANDUNG UNSUR KETERANGAN PALSU

I MADE PRIA DHARSANA - NOTARIS/ DOSEN

Antisipasi timbulnya persoalan hukum dalam praktek pelakasanaan jabatan oleh Notaris – PPAT memang semestinya dilakukan sejak dini. Kedua profesi ini merupakan perpaduan antara menuntut kematangan antara teori dan praktik dalam tataran yang ideal. Bisa jadi antara teori dan praktik kadang kala sejalan atau terkadang tidak saling sejalan. Permasalahan hukum dalam praktek Notaris – PPAT sehari – hari yang dihadapi dalam praktek merupakan hal menarik untuk selalu dibahas karena dalam perkembangannya selalu berbeda-beda.

Keberadaan Notaris dan PPAT di Indonesia sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat, karena Notaris - PPAT merupakan pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membuat akta autentik dalam rangka menciptakan kepastian hukum didalam setiap perbuatan dan peristiwa hukum. Di era globalisasi saat ini kejahatan dunia hukum semakin berkembangkarena adanya suatu tujuan dan niat yang tidak baik diinginkan oleh pihak-pihak tertentu. Kejahatan yang sering terjadi dalam profesi hukum diantaranya profesi Notaris - PPAT. Notaris akhir-akhir ini kerap kali dipermasalahkan karena akta autentik yang dibuatnya terindikasi mengandung unsur-unsur tindak pidana, hal ini disebabkan karena kurang kehati-hatian Notaris – PPAT terhadap para pihak yang menghadap membuat akta autentik yang sering mengambil kesempatan demi keuntungannya sendiri dengan cara melakukan kejahatan seperti memberikan surat palsu dan keterangan palsu kedalam akta yang dibuat oleh notaries - PPAT.

Disamping itu, pentingnya peran notaris juga dapat dilihat dari kapasitasnya memberikan legal adivice dan melakukan verifikasi terhadap sebuah perjanjian, apakah sebuah perjanjian, telah dibuat sesuai dengan kaidah pembuatan perjanjian yang benar dan tidak merugikan salah satu pihak atau perjanjian tersebut dibuat dengan memenuhi syarat. Sebaliknya apabila tugas dan wewenang yang diberikan oleh Negara kepada notaris tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya secara tepat dan akurat, maka kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh Notaris PPAT dapat saja menimbulkan terganggunya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Notaris PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam membuat akta tak luput dari kesalahan atau kekeliruan baik yang disebabkan karena perilaku yang tidak profesional atau memihak salah satu pihak sehingga terjadi permasalahan dalam akta yang dibuatnya. Sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik Notaris seringkali bertindak tidak hati-hati yang berakibat menimbulkan permasalahan hukum, baik dalam ranah hukum pidana maupun ranah hukum perdata, ini disebabkan karena para pihak yang membuat akta autentik memberikan dokumen palsu ataupun memberikan keterangan palsu kepada notaris sehingga menimbulkan permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya.

Permasalahan hukum yang timbul disebabkan karena didalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN-P yang menyebutkan Notaris dalam menjalankan Jabatannya berkewajiban bertindak saksama dalam proses pembuatan akta autentik masih belum jelas dan menimbulkan multitafsir dalam pasal tersebut. Saya sebagai praktisi dapat memberikan masukan bahwa Notaris – PPAT dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk melakukan prinsip kehati-hatian dalam proses pembuatan akta autentik terkait identitas para pihak yang membuat akta autentik merupakan pihak yang memiliki tujuan baik atau memiliki niat jahat, sehingga notaris sebagai pejabat umum pembuat akta autentik dapat mencegah timbulnya kejahatan yang terjadi terhadap pihak-pihak yang menghadap notaris agar nantinya akta autentik yang dibuat tidak berimplikasi terhadap tindak pidana

Sesungguhnya, Jabatan Notaris – PPAT, menurut pendapat Saya sebagi praktisi, bisa beresiko juga, jika dalam pelaksanaan jabatannya rekan-rekan tidak taat kepada UUJN dan Permen, Peraturan Pemerintah, Kode Etik dan peraturan lainnya serta kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya dengan cara secara seksama dan tidak memihak. Banyak dijumpai, sering sekali para pihak yang bersama-sama datang ke Notaris - PPAT awalnya beritikad baik, dan memang seharusnya demikian adanya, akan tetapi kemudian hari timbul sengketa diantara mereka saling lapor yang kemudian menyeret Notaris – PPAT.

Cara menghindarkan diri dari persoalan hukum, Notaris – PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya sangat penting untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam proses pembuatan akta autentik, mengingat seringnya terjadi permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuat notaris karena terdapat pihak-pihak yang melakukan kejahatan seperti memberikan surat palsu dan keterangan palsu kedalam akta yang dibuat notaris. Sehingga untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat menjerumuskan Notaris - PPAT harus berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan tentang pedoman dan tuntunan notaris untuk bertindak lebih cermat, teliti dan hati-hati dalam proses pembuatan akta autentik. Ada dua hal yang memang mesti di jadikan pijakan yakni, pertama yaitu prinsip kehati-hatian notaris dalam proses pembuatan akta autentik dan kedua harus mengantisipasi sejak dini akibat hukum terhadap akta notaris yang dibuat berdasarkan surat palsu dan keterangan palsu.

Terlihatlah kini bahwa penghindaran diri secara yuridis berbentuk perbuatan dengan cara sedemikian rupa, sehingga Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memberikan penjelasan mengenai akta. Bahwa bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian (prudential principle) yang seharusnya dilakukan notaris dalam proses pembuatan akta yaitu, melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap, memverifikasi secara cermat data subyek dan obyek penghadap, memberi tenggang waktu dalam pengerjaan akta, bertindak hati-hati, cermat dan teliti dalam proses pengerjaan akta, memenuhi segala teknik syarat pembuatan akta dan melaporkan apabila terjadi indikasi pencucian uang (money laundering) dalam transaksi di notaris, bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian seperti ini sudah seharusnya wajib dilaksanakan notaris agar nantinya notaris dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya dikemudian hari.

Akibat hukum perjanjian dalam isi akta notaris yang dibuat berdasarkan surat palsu dan keterangan palsu bisa menyeret Notaris dalam permasalah hukum, dan sesuai Pasal 1320 ayat (4) dan Pasal 1335 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu adalah batal demi hukum (nitiegbaarheid) dan akta yang dibuat kekuatan pembuktiannya terdegradasi dari akta autentik menjadi akta dibawah tangan, akan tetapi tentang kebenaran formal yang terdapat dalam kepala dan penutup akta tersebut tetap mengikat para pihak yang membuatnya.

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa akta autentik adalah suatu akta yang ditentukan oleh undang-undang. Dibuat oleh atau pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Sedangkan dalam UUJN-P dalam Pasal 1 angka 7 menyebutkan Akta Notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang.

Akta autentik yang dibuat notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat yang bersifat sempurna, karena akta autentik mempunyai tiga kekuatan pembuktian yaitu : pertama, Kekuatan pembuktian lahirlah (uwitwendidge bewijskracht) yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta autentik. Sebagai asas berlaku acta publica probant sese ipsa, yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya sebagai akta autentik serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta autentik, sampai terbukti sebaliknya, hal ini berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya. Kedua, Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) yang memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betulbetul diketahui, didengar dan dilakukan oleh Notaris dan diterangkan oleh para pihak yang menghadap, yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam akta notaris. Dan ketiga, jkekuatan pembuktian materil (materiele bewijskracht) yang merupakan kepastian tentang materi suatu akta, memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta.

Notaris – PPAT sering mendapatkan permasalahan hukum pidana karena dalam akta autentik yang dibuatnya terdapat unsur-unsur surat palsu dan keterangan palsu yang diberikan oleh para pihak, sehingga akta autentik yang dibuat notaris tersebut menjadi cacat hukum. Adapun pasal yang sering menjerat notaris dalam permasalahan hukum tersebut diatur dalam Pasal 263, 264 dan Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), yaitu : Pertama, Pasal 263 KUHP Tentang Pemalsuan Surat : Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam dengan pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Kedua, Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 264 KUHP : ayat 1. Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap :

  1. Akta-akta autentik.
  2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu Negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum.
  3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
  4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai surat-surat itu.
  5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.

Selanjutnya, diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 266 KUHP tentang Keterangan palsu:

1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, dipidana, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

2) Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. Dari penjelasan diatas notaris sebagai pejabat umum pembuat akta autentik dalam menjalankan tugasnya sering mendapatkan permasalahan hukum baik dalam hukum perdata maupun hukum pidana, Permasalahan ini disebabkan Undang-Undang Jabatan Notaris masih belum jelas mengatur notaris untuk melakukan prinsip kehatihatian terkait kebenaran data atau dokumen yang diberikan oleh penghadap dalam pembuatan suatu akta, sehingga didalam prakteknya sering timbul persoalan terhadap proses pembuatan akta autentik yang data dan informasinya dipalsukan oleh para pihak, akibat adanya surat palsu tersebut akta autentik menjadi cacat hukum yang menghilangkan kekuatan pembuktian akta autentik tersebut.

Langkah perlindungan hukum preventif perlu dilakukan oleh notaris dalam membuat akta, mengingat seringnya notaris dihadapkan oleh permasalahan hukum oleh pihak penghadap yang mempunyai niat tidak baik dalam proses pembuatan akta, seperti membuat surat palsu dan mencantumkan keterangan palsu kedalam akta autentik yang dibuat notaris, oleh karena itu perlu diatur kembali dalam UUJN-P tentang prinsip kehati-hatian notaris dalam proses pembuatan akta, agar kedepannya notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya, dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum terhadap akta yang dibuatnya dikemudian hari

Jika Notaris dan PPAT dipanggil oleh Penyidik, maka Notaris mesti memenuhinya sesuai ketentuan Pasal 224 KUHP dan 522 KUHP, tentunya dalam hal ini Notaris wajib memenuhinya panggilan tersebut, tapi ketika dipanggil tersebut dipenuhi , apakah Notaris akan mempergunakan Kewajiban Inkar? Jika memenuhi panggilan penyidik maka Notaris harus mendapatkan ijin MKN W terlebih dahulu, hal ini berdsaarkan ketentuan pasal 66 UUJN. Sementara itu, terkait dengan panggilan sebagai PPAT wajib karena bagian tak terpisahkan sebagai Notaris.

Lalu, andai kata ada panggilan sebagai , saksi, turut serta, tergugat dan atau tersangka harus sejak awal sudah menyampaikan kasusnya kepada pengurus daerah agar jangan sampai pengurus sama sekali tidak tahu. Kalau demikian adanya maka Pengurus daerah, Pengurus Wilayah bila perlu Pengurus Pusat harus menyediakan pendamping termasuk saksi ahli untuk anggota yang terseret masalah hukum, disinilah seharusnya Perkumpulan hadir untuk kepentingan anggota sekaligus perlindungan terhadap profesi atau jabatan.

Selanjutnya, seandainya ada panggilan sebagai , saksi, turut serta, tergugat dan atau tersangka harus sejak awal sudah menyampaikan kasusnya kepada pengurus daerah agar jangan sampai pengurus sama sekali tidak tahu.

Pada intinya, menurut pendapat Saya jika pun masuk sengketa yang menyeret Notaris – PPAT maka seyogyanya harus dipersiapkan betul , upaya pendampingan, pembelaan , dan pemberian kesaksian ahli. Kepda rekan-rekan, jangan pernah menganggap remeh panggilan penyidik. Hati-hati dengan adanya “framing” atas kasus yang menyeret kita dan tentu cara proses pembelaan mesti dilakukan pendalaman dan strategi dalam melakukan pembelaan baik dengan ketentuan yang ada maupun yang cara lain yang tak melanggar hukum. Pembelaan oleh Pengda ,Pengwil dan PP INI mesti dilakukan dengan soliditas dan simultan bersama rekan lawyer, di dalam maupun di luar sidang Pengadilan.

*Materi ini di sampaikan penulis pada acara “Diskusi Hukum Pengda INI – IPPAT Kabupaten Badung, Bali, Rabu, 14 Oktober 2020.



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas