Oleh : Dr. DEWI PADUSI DAENG MURI, SH., MKn

Notaris/ Akademisi

Seorang notaris berwenang untuk atas permintaan pihak yang berkepentingan mengkonstantir fakta-fakta (kehendak para pihak), keadaan dan merelatir hal-hal tersebut dalam akta-aktanya. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.

Bagaimana notaris dalam pembuatan akta perjanjian surogasi antara surrogate mother dengan pasangan suami istri, apakah penerapan dan pengaturan reproduksi termasuk surogasi telah diatur?

Untuk menjawab kesemuanya itu, di sini saya ingin menjelaskan berkaitan dengan hak untuk melanjutkan keturunan yang merupakan hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara karena setiap orang berhak untuk membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan dengan perkawinan yang sah. Artinya, negara mempunyai tugas untuk mengatur agar pasangan suami isteri diberi kesempatan yang luas untuk mewujudkan hak dan kebutuhannya melanjutkan keturunan. Dalam hal ini termasuk pasangan suami isteri yang mengalami ketidak-mampuan melanjutkan keturunan disebabkan adanya masalah-masalah infertilitas yang menjadi gangguan kesehatan reproduksi.

Proses kemajuan teknologi semakin berkembang untuk menghasilkan suatu nilai manfaat yang besar bagi semua masyarakat, sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Pengaturan dan penerapan hukum tentang reproduksi termasuk surogasi seharusnya dapat dibuat di Indonesia untuk memecahkan permasalahan pasangan suami isteri yang ingin melanjutkan keturunan dikarenakan rahim isteri bermasalah. Pengaturan dan penerapan tentang Fertilisasi In Vitro dengan cara surogasi dengan adanya tujuan kemanusiaan dan larangan surogasi komersial, sehingga proses pengambilan keputusan dapat menghasilkan tujuan yang baik.

Metode program bayi tabung dengan cara reproduksi dengan bantuan dengan menggunakan rahim surrogate mother adalah sebagai salah satu jalan keluar dalam mengatasi permasalahan rahim isteri. Oleh karena tidak semua pasangan suami isteri menginginkan anak dengan cara pengangkatan anak.

Perkembangan teknologi di dunia medis dalam kehidupan manusia sangat membantu manusia dalam mengatasi masalah-masalah yang sulit dihadapi karena berdampak atas etika pada kehidupan manusia. Di Indonesia adanya Vacuum of Law (kekosongan hukum) tentang surogasi yang membutuhkan adanya penelitian komprehensif. Bioetika dibutuhkan sebagai pendukung pembuat keputusan dari pelaksana-pelaksana di dunia medis tentang hak reproduksi dengan cara Fertilisasi In Vitro terhadap pasangan suami-istri yang ingin memiliki anak oleh karena adanya masalah rahim istri dengan cara surogasi. Bioetika hingga saat ini menjadi disiplin ilmu yang sangat penting termasuk dalam mengatasi masalah pasangan suami istri yang mengalami infertilitas. Bioetika sebagai etika hidup dan bio-etika merupakan penelaahan pelbagai macam kontroversi yang timbul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, biologi dan kedokteran terutama dalam ranah etis.

Pasal 49 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi adalah Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama.

Pengaturan dan penerapan hukum surogasi yang tidak bertentangan dengan norma agama dengan memperhatikan kaidah-kaidah Fiqhiyyah sebagai jalan untuk mengeluarkan hukum sehingga dapat mengatasi permasalahan rahim isteri yang bermasalah dengan memberikan peluang tindakan surogasi dalam kondisi darurat yang merujuk dalam ayat-ayat alquran dan ilmu kedokteran.

Penjelasan Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengatakan jika embrio dititipkan ke rahim Wanita lain hukumnya haram. Maksud dari fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut adalah dikarenakan jalur nasabnya tidak jelas, akan tetapi dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran yang dapat membuktikan siapa pemilik sperma dan sel ovum dengan melakukan pengujian terhadap DNA, sehingga dari masyarakat dan para ulama tidak ada kebingungan dalam menentukan jalur nasab dan tidak ada kekhawatiran tercampurnya DNA bakal anak dengan surrogate mother. Peraturan pelaksana berkenaan dengan surogasi belum ada pengaturan dan penerapan hukum reproduksi termasuk surogasi.

Berdasarkan Hak Asasi Manusia untuk pasangan suami isteri yang ingin melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung jawab negara. Sehingga negara dapat memperhatikan hak -hak reproduksi dan seksual. Negara dapat menjamin hak reproduksi dengan memperhatikan peraturan Human Fertilitazion and Embryology Authority (HFEA) serta negara-negara yang telah mengadakan lokakarya yang diselenggarakan oleh The Internasional Islamic Center For Population Studies and Research pada bulan November 2000 yang dihadiri negara negara islam didunia sangat jelas dan eksplisit yang mendukung adanya Fertilisasi In Vitro. Isi Pernyataan HFEA adalah Fertilsasi In Vitro diperbolehkan, Kecuali menggunakan sperma, ovum, atau embrio yang didapat dari donor. Maksudnya adalah bahwa pasangan suami isteri yang mempunyai masalah pada rahim isteri dan ingin melanjutkan keturunan dengan menggunakan sel sperma dan sel ovum dari pasangan suami isteri dan larangan menggunakan sel sperma,ovum atau embrio dari orang lain.

Hak kesehatan dan hak reproduksi merupakan bagian dari hak manusiawi (Human Right). Oleh karena kewajiban negara terdapat dalam Pasal 28 B ayat (1) Juncto Pasal 28 H ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juncto Pasal 49 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pengaturan dan penerapan hukum surogasi sudah dilegalkan di negara-negara luar dan sudah diketahui oleh para dokter. Reproduksi buatan adalah Fertilisasi In Vitro yang proses kehamilan dengan rahim isteri sendiri atau dengan pinjam rahim dapat dikatakan suatu hak secara kodrati untuk melanjutkan keturunan di masa yang akan datang dengan pembatasan tidak dengan cara komersial, tetapi atas dasar perikemanusiaan seorang ibu pengganti yang dengan ikhlas dan perhatian kepada pasangan suami isteri yang belum mendapatkan anak karena rahim isteri bermasalah. Proses pembuatan perjanjian surogasi dengan cara ibu pengganti (surrogate mother) di negara luar yang telah menerapkan pengaturan surogasi dengan cara mengikatkan dirinya melalui ikatan perjanjian dengan pasangan suami isteri untuk menjadi hamil setelah dimasukkan embrio dari pasangan suami isteri dengan cara pembuahan di luar rahim atau kehamilan di luar cara alamiah sampai ibu pengganti (Surrogate mother) melahirkan sesuai kesepakatan dan bayi tersebut diserahkan pada pasangan suami isteri.

Indonesia belum ada pengaturan dan penerapan surogasi. Akan tetapi dengan dibuatnya akta perjanjian surogasi yang seharusnya dapat dijadikan hukum yang mengikat bagi kedua belah pihak maka perjanjian surogasi dapat dilaksanakan, seperti perjanjian surogasi yang telah diterapkan di negara -negara luar.

Perlu kita ketahui bahwa surogasi dapat dianalogikan dengan transplantasi organ tubuh yang dapat dilakukan tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian, akan tetapi transplantasi organ tubuh telah diatur dalam Undang -Undang Kesehatan.

PERAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN SUROGASI

Seorang notaris berwenang untuk membuat akta perjanjian surogasi atas permintaan para pihak yang berkepentingan jika perjanjian tersebut berdasarkan Pacta Sunt Servanda yang harus memperhatikan beberapa hal diantaranya :

  • Diberlakukannya batasan-batasan dalam penerapan surogasi seperti tidak diperbolehkan adanya surogasi komersial, memperhatikan aspek keamanan dari sisi medis, memperhatikan aspek psikologis dari para pihak, memperhatikan aspek agama, memperhatikan kondisi sosiologis, memperhatikan larangan menggunakan embrio dari donor sel sperma dan sel ovum.
  • Diperlukannya perlindungan bagi para pihak dalam penerapan surogasi diantaranya melindungi hak hak surrogate mother, melindungi hak-hak anak, melindungi orang tua biologis.
  • Perjanjian surogasi di Indonesia harus didasarkan nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Akta Perjanjian surogasi adalah suatu kesepakatan yang dibuat atas kehendak para pihak yang menghasilkan persetujuan seorang wanita sebagai surrogate mother untuk menjalani kehamilan dan melahirkan bagi orang lain. Hak dan kewajiban dalam perjanjian surogasi adalah surrogate mother selama menjalani kehamilan dengan pasangan suami isteri wajib memenuhi kesepakatan untuk memperhatikan dan merawat semua kebutuhan yang dibutuhkan selama hamil hingga melahirkan sesuai isi perjanjian yang sudah disepakati. Kewajiban surrogate mother setelah melahirkan anak biologis dari pasangan biologis wajib diserahkan ke pasangan suami isteri. Perjanjian surogasi akan berakhir setelah pemenuhan syarat perjanjian surogasi terpenuhi dan tidak ada masalah antara orang tua biologis dengan surrogate mother.

Oleh karena di Indonesia terdapat kekosongan hukum tentang surogasi, diharapkan agar pemerintah melakukan kajian mendalam dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran mengenai permasalahan pasangan suami isteri yang mengalami infertilitas dikarenakan ada masalah pada rahim isteri sehingga tidak dapat memiliki anak. Hal ini dalam rangka membuat pengaturan secara teknis dan spesifik mengenai pelaksanaan surogasi di Indonesia dengan memperhatikan hukum perjanjian berikut syarat sahnya perjanjian seperti kesepakatan, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal.



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas