Teknologi Informatikadisingkat TI atau Information Technology disingkat IT sudah menjadi bagian budaya manusia di seluruh muka bumi. Hampir semua sendi kehidupan akhirnya mengikuti teknologi buatan manusia yang berbasis pada internet melalui saluran telekomunikasi. Sekarang untuk membeli mi instan ibu-ibu bisa langsung buka aplikasi belanja tanpa keluar rumah. Bayar lewat alat bayar virtual, terima pemberitahuan, akhirnya tinggal tunggu kurir mengantar mi sampai depan rumah. Sudah selesai. Mau pesanan yang cepat sampai rumah. pun bisa

Ini proses transaksi paling sederhana. Ada ada lagi proses lainnya yang agak lebih rumit, yang semuanya berbasis internet.

Nah, apakah proses membuat akta otentik suatu saat akan sesederhana itu? Wallahu ‘alam. Kemajuan teknologi internet seperti sekarang ini saja belum pernah terpikirkan oleh kita yang 40 sampai 50 tahunan lalu duduk di sekolah menengah atau bangku kuliah. Apalagi 20 tahun lagi atau 30 tahun lagi, internet akan berkembang seperti apa.

Berikut ini wawancara medianotaris.com melalui whatsApp, dan dijawab melalui email, yang semuanya adalah alat yang diproduksi dengan basis internet tadi dengan Dr. Udin Narsudin, SH, MH. Kami akan menanyakan berkaitan hal tadi.

Udin adalah notaris senior yang sangat mengikuti perkembangan kemajuan Teknologi Informatika, lulusan pendidikan Spesialis Notariat di Universitas Indonesia, Depok dan program Doktor di Universitas Pajajaran, Bandung. Kini selain bekerja di Wilayah Tangerang Selatan, juga menjadi dosen dan narasumber berbagai lembaga.




medianotaris.com : Apakah Teknologi Informatika (TI atau IT) sangat membantu pekerjaan notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya? Dalam sehari-hari bekerja apakah notaris (atau Anda) sudah melakukan? Mohon dijelaskan contoh-contohnya.

Udin Narsudin : Teknologi Informatika(TI) sangat membantu dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan Notaris. Misalnya semenjak proses pengesahan PT di Kemenkumham dilakukan dengan on-line maka sangat jelas peran TI sangat penting, dapat mempercepat proses dan sangat berbeda dengan mekanisme sebelum pengesahan PT secara on-line dengan manual pengesahan PT bisa selesai berbulan-bulan.


medianotaris.com : Apakah IT yang sudah dipakai seperti e-mail, whatsApp atau yang lainnya mudah dipahami dan diaplikasikan?

Udin Narsudin : Sangat mudah dipahami dan diaplikasikan.

medianotaris.com : Apakah keuntungan, atau (mungkin) kerugiannya memanfaatkan IT dalam menjalankan tugas dan jabatan sebagai notaris?

Udin Narsudin : Keuntungan menggunakan IT adalah sangat cepat dan mudah diaplikasikan.

medianotaris.com : Salah satu contoh, misalnya pemanfaatan IT dalam proses pendirian badan hukum PT, kabarnya sangat membantu masyarakat dalam mendirikan usaha karena prosesnya cepat, tanpa bertemu secara fisik antara masyarakat atau notaris dengan pihak Kementerian, dan akhirnya biaya siluman bisa dipangkas. Komentar Anda bagaimana?

Udin Narsudin : Iya betul. Semuanya serba cepat, dan menghilangkan potensi penyimpangan termasuk ditutupnya potensi adanya biaya siluman.

medianotaris.com : Apakah sistem yang dibuat untuk pendirian badan hukum yang sudah berjalan bertahun-tahun itu sudah mapan atau masih saja ada ketimpangan sehingga masyarakat terpaksa datang ke Kementerian?

Udin Narsudin : Sudah sangat bagus dan membantu pelaksanaan jabatan Notaris, sehingga ujungnya memberikan kepuasan kepada pelayanan masyarakat.

medianotaris.com : Apakah pemanfaatan IT ada kelemahannya bila dilihat dari kacamata umum, dan bila dilihat dari kacamata notaris sebagai pemegang jabatan umum pembuat akta otentik?

Udin Narsudin : Pemanfaatan IT dalam jabatan Notaris adalah hanya membantu saja, tidak bisa menggunakan IT dalam hal pembuatan akta otentik, artinya ketentuan UUJN masih harus dipakai dalam pembuatan akta otentik yang dibuat dihadapan notaris dan pembuatan akta otentik yang dibuat oleh notaris. Penggunaan IT dalam jabatan notaris yang dalam dunia notaris disebut cyber notary, adalah konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, yaitu digitalisasi dokumen, penandatanganan akta secara elektronik, pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham secara teleconference, dan hal-hal lain yang sejenis, dan hal tersebut sampai dengan sekarang masih sebatas konsep

medianotaris.com : .Apakah penandatanganan akta sudah saatnya bisa dilakukan secara on line atau elektronik? Apa penjelasan Anda?

Udin Narsudin : Pada saat ini tidak ada regulasi yang bisa mendukung adanya penandatanganan akta secara elektronik atau online. Termasuk keadaan sekarang ini dalam kedaruratan kesehatan masyarakat akbiat adanya covid-19, karena tidak ada pengaturan yang dapat dirujuk atau dijadikan dasar hukum berkaitan dengan pengesampingan ketentuan UUJN dan UUJN-P, termasuk tentunya UU ITE (Pasal 5 ayat (4)). Pemberlakukan UUJN juncto UUJN-P adalah hukum yang memaksa, di mana Hukum yang bersifat memaksa (dwingend recht) adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang berkepentingan, terhadap peraturan-peraturan mana orang-orang yang berkepentingan harus tunduk dan mentaatinya. Oleh karena itu apabila ada notaris yang membuat akta dengan mengesampingkan ketentuan hukum yang berlaku karena alasan kedaruratan tersebut, sementara tidak ada regulasi yang mendukungnya, maka akan berpengaruh terhadap keontentikan akta yang dihasilkannya dan tentunya berpengaruh terhadap para pihak yang membuatnya.

medianotaris.com : Kendala dalam pembuatan akta secara elektronik itu apa saja?

Udin Narsudin : Terdapat syarat formil yang harus dipenuhi untuk mendukung keabsahan Akta Notaris. Bahwa syarat formil tersebut bersifat kumulatif dan bukan bersifat alternatif, artinya satu syarat saja tidak terpenuhi maka mengakibatkan Akta Notaris tersebut mengandung cacat formil dan berarti akibatnya tidak sah dan tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.

Syarat-syarat formil tersebut adalah:

Dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.

  1. Berkaitan dengan hal tersebut maka harus diperhatikan:
    -Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;
    -Notaris harus berwenang sepanjang yang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;
    -Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;
    -Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
    Pasal 15 ayat (1) UUJN menyebutkan: Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

  1. Dihadiri para pihak:
    Pasal 16 ayat (1) huruf l mengatakan: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
    Berkaitan dengan hal tersebut dapat dipedomani Putusan MARI 3556 K/Pdt/1985 (walaupu untuk akta PPAT), dimana pihak penjual sendiri tidak datang menghadap, tetapi hanya dihadiri pembeli saja dengan keterangan bahwa para pihak telah sepakat mengadakan transaksi jual beli. Pada kasus tersebut pengadilan menegaskan, perjanjian jual beli yang tertuang dalam akta PPAT secara yuridis tidak memenuhi syarat untuk sahnya akta, karena tidak dihadiri oleh para pihak.
    Alasan yang menyatakan akta demikian tidak sah, karena Akta Notaris yang bersifat Partij harus memuat keterangan yang saling bersesuaian antara kedua belah pihak sebagai landasan yang melahirkan persetujuan. Dari mana Notaris mengetahui adanya persesuaian pendapat antara para pihak, kalau yang datang memberikan dihadapan Notaris hanya satu pihak saja.

  1. Kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada Notaris.
    Pasal 39 UUJN-P mengatakan:
    1. Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
    a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
    b. cakap melakukan perbuatan hukum.
    2. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
    3. Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam Akta.
    Bahwa dalam setiap Akta Notaris harus terdapat pernyataan dari Notaris bahwa para penghadap dikenal atau diperkenalkan kepadanya. Biasanya yang memperkenalkan para pihak pada Notaris adalah saksi. Para pihak datang kepada Notaris dan menyampaikan kehendaknya untuk kemudian dituangkan ke dalam akta.

  1. Dihadiri oleh dua orang saksi.
    Bahwa pembuatan Akta Notaris dihadiri dua orang saksi yang bertindak menyaksikan kebenaran “berlangsungnya pembuatan akta dihadapan Notaris”.
    Menurut Pasal 40 UUJN:
    1. Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.
    2. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
    a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;
    b. cakap melakukan perbuatan hukum;
    c. mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;
    d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
    e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
    3. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
  2. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam Akta.
    Apabila yang bertidak sebagai saksi termasuk orang yang dilarang Pasal 40 UUJN, maka akta tersebut tidak sah sebagai Akta Notaris, tetapi hanya bernilai sebagai akta bawah tangan.

  1. Menyebutkan Identitas Notaris, penghadap dan para saksi sebagaimana diatur dalam pasal 38 UUJN.
    Pasal 38 UUJN menyebutkan:
    Setiap Akta terdiri atas:
    b. awal Akta atau kepala Akta;
    c. badan Akta; dan
    d. akhir atau penutup Akta.
    2. Awal Akta atau kepala Akta memuat:
    a. judul Akta;
    b. nomor Akta;
    c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
    d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

  2. Badan Akta memuat:
    a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
    b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
    c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
    d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

  3. Akhir atau penutup Akta memuat:
    a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
    b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;
    c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
    d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

  4. Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
    Bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 38 mengakibatkan Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, apabila para pihak menandatanganinya.

  1. Menyebut tempat, jam, hari, bulan dan tahun pembuatan akta sebagaimana disebutan dalam pasal 38 UUJN.

  1. Notaris membacakan akta dihadapan para penghadap.
    Pasal 16 ayat (1) huruf m menyebutkan: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
    Pasal 16 ayat (7) menyebutkan: Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

  1. Ditanda-tangani semua pihak.
    Penandatanganan Akta Notaris sebagaimana disebutkan Pasal 44 UUJN dilakukan segera setelah selesai pembacaan akta kepada para pihak dan saksi.
    Pasal 44 UUJN menyebutkan:
    1. Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
    2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.
    3. Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.
    4. Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.
    5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris

  1. Penegasan pembacaan, penerjemahan dan penanda-tanganan pada akhir akta
    Bahwa pencantuman yang berisi penegasan penandatanganan dalam penutup akta bertujuan untuk mengidentifikasi tandatangan para pihak dalam akta tersebut.
    Pasal 38 ayat (4) UUJN menyebutkan: Akhir atau penutup Akta memuat:
    a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
    b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;
    c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
    d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

-UU ITE: Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
1. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
2. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Oleh karena itu sekarang ini alasan-alasan sebagaimana tersebut diatas yang merupakan kendalanya.

medianotaris.com: Dalam sistem atau aplikasi video konferens (seperti Zoom atau google meet atau WhatsApp, mungkinkah para pihak sebagai “penghadap” memberikan keterangan palsu dan notaris sulit mengkonfimasi? Atau mungkin para penghadap melakukan penghadapan di depan kamera dalam keadaan dipaksa oleh orang di belakang layar? Bagaimana cara mengatasi hal ini?

Udin Narsudin : Zoom, WA ataupun skype, bukan alasan pembenar dalam pembuatan akta notaris tanpa adanya kehadiran para pihak dihadapan notaris atau dibuat oleh notaris.

medianotaris.com: Bila penandatanganan akta misalnya dilakukan dalam keadaan darurat Covid 19, dan penghadapannya dilakukan dengan aplikasi zoom, tandatangan diverifikasi oleh lembaga berwenang apakah bisa saat ini? Apakah saat ini sudah ada lembaga berwenang untuk memverifikasi tandatangansecara nasional? Termasuk juga cap jempol?

Udin Narsudin : Kalaupun ada yang berwenang untuk mensertipikasi tandatangan, sepanjang regulasi berkaitan dengan akta otentik dan akta notaris sebagaimana disebutkan dalam UUJN tidak berubah akan sulit diterapkan.

Lebih jelas saya kutipsecara utuhpendapat *e-notary* oleh *Dr. Kolier L Haryanto, S.IP, SH, MH, MA, Ph.D*, yang sangat jernih memberikan pendapatnya:

Menyimak tulisan Prof Edmon Makarim dan Prof Udin Narsudin saya merasa langsung tercerahkan.

Terkait pelaksanaan _e-notary_ ini dalam pikiran saya ada dua, yaitu: (1) pelaksanaan pembuatan aktanya, dan (2) bentuk fisik aktanya.

Pertama, dalam pelaksanaan pembuatan aktanya ini terhalang oleh ketentuan Pasal 1 angka 7, Pasal 16 ayat (1) huruf m _jo_ Pasal 16 ayat (9) UUJN. Dimana jika tidak dipenuhi maka akta notaris tersebut hanya berlaku sebagai bawah tangan, karena akta otentik harus dibuat dan dibacakan oleh notaris di depan penghadap, dan dihadiri oleh para saksi.

Sejalan dengan itu dalam pembuatan aktanya juga bisa terhalang dengan ketentuan Pasal 18 ayat (2) UUJN, dimana umumnya para pihak yang ingin dibuatkan akta oleh notaris acapkali tidak berada di wilayah provinsi yang sama. Pasal 18 ayat (2) ini mengatur, "Notaris memiliki wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukan".

Kedua, terkait dengan bentuk aktanya, bahwa akta notaris dalam konteks dokumen elektronik dikecualikan sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3) UU ITE. Pasal ini mengatur, "Ketentuan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang menurut UU harus dibuat dalam bentuk tertulis, b) surat beserta dokumen yang menurut UU harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Dalam hal itu maka harus ada "otoritas" yang membuat aturan/keputusan yang menyatakan secara tertulis bahwa pembuatan akta melalui sarana _video conference_ atau virtual memiliki kedudukan hukum yang sama dengan "menghadap", dan, akta notariil elektronik hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Dalam hal ini sesungguhnya sudah ada rujukan beberapa peraturan, antara lain UU Pelayanan Publik, UU Arsip, dan UU Administrasi Penerintahan, serta Permenkumham terkait Pendaftaran Badan Hukum (Perseroan, Yayasan, Perkumpulan, Koperasi, Persekutuan Perdata, dan Firma), namun tidak mengatur atau dapat melindungi pelaksanaan pembuatan akta melalui sarana elektronik atau _video conference._

kesimpulan:
_*e-notary*_ dapat dilaksanakan setelah ada peraturan yang mengatur, karena beberapa UU _lex spesialis_ yang ada tidak cukup melindungi produk _e-notary_(KH, 170420).





Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas