Musriansyah, S.H.,M.Kn.
Senior Legal Auditor

Peralihan hak milik atau peristiwa berpindahnya hak atas suatu benda dari penjual ke pembeli seringkali sulit ditentukan dimana letak keabsahan peralihan hak milik tersebut terjadi. Apakah saat penyerahan secara fisik atau pada saat penjual dan pembeli menandatangani perjanjian jual-beli hingga mencatatkan peralihan tersebut pada bukti kepemilikan hak yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Hal ini membuat praktisi hukum maupun praktisi lembaga perbankan/lembaga keuangan non perbankan sulit menentukan kapan hak milik tersebut dapat dikatakan beralih. Sehingga tidak jarang persoalan ini mempengaruhi praktek di lapangan dimana jika pada saat calon debitur menyerahkan jaminan (collateral) kepada kreditur (bank/non bank) sebagai jaminan atas hutangnya dan jaminan yang diserahkan tersebut masih atas nama pemilik sebelumnya sementara posisi fisik jaminan berada dalam penguasaan debitur.
untuk menjawab persoalan ini sebaiknya perlu diketahui dalu bahwa hukum kebendaan diatur dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengertian benda di pasal 499 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut: “Menurut paham Undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Di dalam KUHPerdata kita kenal dengan dua istilah yaitu benda (zaak) dan barang (goed), pada umumnya yang diartikan dengan benda baik itu berupa benda yang berwujud, bernilai ekonomis, ataupun yang berupa hak ialah segala sesuatu yang dapat dikuasai manusia dan dapat dijadikan obyek hukum. Jadi untuk dapat menjadi obyek hukum ada syarat yang harus dipenuhi yaitu benda dalam penguasaan subyek hukum orang atau badan hukum dan benda tersebut mempunyai nilai ekonomi dan karena itu dapat dijadikan sebagai obyek hukum. Kemudian jika kita membedakan benda menurut jenisnya, berdasarkan pasal 504 Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) “benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak (roerende zaken) dan benda tidak bergerak (on roerende zaken)”. Dalam pembagian kedua jenis benda tersebut benda dapat dibedakan dari sifatnya, tujuan kegunaannya dan telah ditentukan oleh undang-undang .
Setelah kita mengetahui pengertian tentang benda serta pembagian penggolongannya maka dengan mudah kita akan dapat menjawab pokok permasalahan mengenai letak keabsahan peralihan hak kepemilikan suatu benda. Perlu kita ketahui bahwa hak kebendaan dapat beralih karena adanya penyerahan (levering) dan penyerahan benda tersebut harus berdasarkan jenis dan cara perolehannya mengenai hal tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata yang mana “Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu”.
Berdasarkan ketentuan tersebut seperti disebutkan dalam pasal 584 KUHPerdata merupakan cara untuk memperoleh hak milik yang mana cara tersebut yang paling sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu penyerahan (levering) merupakan perbuatan hukum peralihan hak milik atas kekuasaan nyata terhadap suatu benda dari pemilik semula ketangan pihak lain. Dalam KUHPerdata kita kenal dengan 2 (dua) macam penyerahan barang yakni penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan secara hukum (yuridische levering). Jika kita ingin mengetahui perbedaan dari kedua macam penyerahan (levering) tersebut maka terlebh dahulu kita harus mengetahui perbedaan antara benda yang tergolong benda bergerak dan benda tidak bergerak sebagaimana menurut sifatnya, tujuan penggunaannya, dan telah ditentukan oleh undang-undang bahwa benda tersebut termasuk termasuk benda bergerak atau tidak bergerak misalnya kapal laut atau pesawat yang bobot beratnya melebihi 20 ton jika melihat sifatnya kedua benda tersebut bergerak dan dapat berpindah tempat. Namun undang-undang menentukan bahwa kapal laut yang bobot beratnya melebihi 20 ton masuk dalam benda tidak bergerak dan dapat dibebankan dengan hipotik sebagaimana pasal 314 alinea ketiga KUHD (kitab Undang-undang hukum Dagang). Sementara hipotik merupakan pengikatan jaminan terhadap benda tidak bergerak sebagaimana diatur dalam buku II pasal 1164 KUHPerdata. Sehingga dapat disimpulkan jika bobot berat kapal laut melebihi 20 ton masuk dalam golongan benda tidak bergerak dan dapat dibebankan dengan hipotik. Sebaliknya jika beratnya kurang dari 20 ton maka pembebanannya dengan fidusia.
Setelah kita dapat membedakan kedua jenis benda tersebut maka penyerahan (levering) terhadap objek benda dilakukan dengan cara berbeda pula. Berikut perbedaan antara penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan Penyerahan secara hukum (yuridische levering) :
Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) yaitu perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atau penyerahan secara fisik atas benda yang dialihkan yang biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, kecuali barang yang akan diserahkan itu berada dalam suatu gudang, maka penyerahannya cukup dilakukan dengan menyerahkan kunci dari gudang tersebut.
Penyerahan secara hukum (yuridische levering) yaitu perbuatan hukum memindahkan hak milik atas suatu benda dari seorang kepada orang lain, perbuatan hukum mana dilakukan dengan membuat surat atau akta penyerahan yang disebut “akta van transport” dan diikuti pendaftaran di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu.

Dari kedua istilah penyerahan di atas, penyerahan secara hukum dan penyerahan secara nyata, terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan tampak jelas dalam penyerahan terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut, :
Pertama, terhadap penyerahan benda bergerak, penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridiche levering) dilakukan dengan bersamaan, dalam artian jika dilakukannya penyerahan secara pisik atas benda itu, maka seketika itu pula benda tersebut telah berpindah hak miliknya dan tidak diperlukan lagi adanya akta van transport atau akta perjanjian atau penyerahan, jadi cukup dilakukan penyerahan dari tangan ke tangan, sebagai contoh kongkritnya jika kedua bela pihak penjual dan pembeli telah menyepakati harga atas obyek kendaraan bermotor yang diperjualbelikan tersebut maka selanjutnya dilakukanlah penyerahan barang secara nyata/fisik dari tangan ke tangan. Pihak penjual menyerahkan fisik kendaraan bermotor berikut surat-surat kepemilikannya. Kemudian pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang yang telah ditentukan dari harga kendaraan bermotor. Jika hak dan kewajiban masing-masing pihak telah terpenuhi meskipun tanpa dibuatkan suatu surat perjanjian/penyerahan sebagai bukti adanya perbuatan hukum tersebut maka secara yuridis peralihan hak milik dari penjual kepada pembeli secara sah telah berpindah. Untuk penyerahan atas benda bergerak dapat dilihat dalam Pasal 612 KUHPerdata yang menyebutkan;
“Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”

Kedua, penyerahan terhadap benda tidak bergerak dapat dilakukan dengan dengan penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridische levering) Nampak terlihat sama dengan penyerahan benda bergerak sebagaimana tersebut di atas. Namun penyerahan atau pengalihan hak milik terhadap benda tidak bergerak tidak cukup dilakukan dengan penyerahan secara nyata kekuasaan atau pisik atas benda tersebut saja. Tapi justru yang menentukan perpindahan hak milik atas benda itu adalah pada penyerahan secara yuridis (yuridische levering) yang dapat dilakukan dengan cara membuat akta penyerahan yang disebut akta van transport. Jika obyeknya adalah tanah dan peralihannya jual-beli maka lebih dulu para pihak wajib membuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu. Misalnya untuk tanah dilakukan balik nama pendaftaran tanah di Badan Pertanahan Nasional. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan bunyi Pasal 616 KUHPerdata : “Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akte yang bersangkutan dengan cara ditentukan seperti dalam Pasal 620.

Agar mudah memahami pengertian tersebut di atas maka penulis memberikan contoh kongkrit :
Pak Yudha (Pembeli) membeli tanah berikut bangunan rumah di atasnya milik Pak Luke (Penjual). Setelah sepakat maka Pak Yudha dan Pak Luke melakukan transaksi Jual-Beli. Karena Pak Yudha sebagai pembeli ingin menempati rumah tersebut saat itu juga, maka Pak Luke menyerahkan kunci rumah tersebut kepada Pak Yuda. Di sini penyerahan secara nyata telah terjadi namun secara hukum hak milik tersebut belum berpindah kepada Pak Yudha. Maka untuk memindahkan hak milik atas objek tersebut secara hukum dari Pak Luke sebagai penjual kepada Pak yudha sebagai pembeli maka kedua pihak tersebut perlu membuat Akta Jual-Beli di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk mendapatkan keabsahan telah terjadinya peralihan hak dari penjual ke pembeli. Setelah itu barulah dilakukan pendaftaran hak Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dimana obyek tersebut berada.

Bagaimana dengan Akta Jual-Beli (AJB) yang telah dibuat oleh para pihak namun menunda pendaftaran peralihan hak tersebut dengan alasan biaya pajak dan biaya pendaftarannya belum dapat dipenuhi? Apakah peralihan hak milik tersebut belum dapat dikatakan beralih kepada pembeli? Maka jawabannya tetap peralihan hak milik tersebut secara yuridis sah dan telah beralih dari penjual kepada pembeli sejak penandatanganan Akta Jual-Beli dilakukan di hadapan pejabat berwenang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dalam Pasal 37 ayat (1) , disebutkan bahwa :
“ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Pasal tersebut menegaskan, setiap perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria yang dalam peraturan ini disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan tindakan yang demikian tersebut telah disebut dengan penyerahan menurut hukum.
Kesimpulannya, penyerahan benda bergerak seperti kendaraan, mesin-mesin dan lainnya yang masih tergolong dengan benda bergerak, hak milik dari benda tersebut dapat dikatakan telah beralih jika telah dilakukan penyerahan secara nyata. Penyerahan yang dimaksud disini ialah penyerahan secara fisik dari tangan ke tangan. Jika penyerahan fisik telah dilakukan maka secara tidak langsung penyerahan secara yuridispun telah terpenuhi meskipun pada bukti kepemilikan seperti BPKB dan bukti lainnya masih atas nama pemilik sebelumnya (penjual). Mengenai pembuktian adanya perbuatan hukum tersebut lazimnya para pihak membuat “kwitansi” sebagai bukti pembayaran atas objek jual-beli meskipun hal ini tidak diwajibkan oleh undang-undang sebagai bagian dari syarat sahnya suatu jual-beli. Namun hal ini terbilang sangat penting mengingat hal tersebut adalah bukti adanya peralihan hak. Kemudian terhadap benda tidak bergerak untuk dapat dikatakan hak miliknya beralih tidak cukup dengan penyerahan secara nyata saja seperti serah terima kunci rumah/apartemen namun diperlukan adanya penyerahan secara yuridis/hukum dengan membuat perjanjian peralihan dalam bentuk otentik dihadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) agar obyek tanah dan bangunan yang diperjualbelikan tersebut secara hukum kepemilikannya telah beralih kepada pembeli meskipun peralihan hak tersebut belum didaftarkan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dimana objek tersebut berada.

Penulis : Musriansyah, S.H.,M.Kn. adalah ALB Ikatan Notaris Indonesia Pengwil Sulawesi Tenggara, dan senior Legal Auditor perusahaan swasta.



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas