Diah Sulistyani Muladi


Dr. Diah Sulistyani Muladi,SH,SpN,MHum (Liezty)

Notaris-PPAT Jakarta Barat,
Dosen,
Alumni PPSA 17 Lemhannas RI

“Gloriosum est iniurias oblivisci ( It is glorious to forget injustice)”





Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini dengan Putusan No. MK No. 49/PUU-X/2012 tanggal 28 Mei 2013 mengabulkan permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Pasal 66 (ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan Kant Kamal. Amar keputusan Mahkamah Konstitusi pada intinya membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam pasal yang diuji. Dengan demikian pemeriksaan proses hukum yang melibatkan notaris tidak memerlukan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) lagi. Frasa tersebut dianggap bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatanhukum mengikat. Keputusan ini “final and binding” dan harus ditaati.
Putusan MK tersebut cukup menghentak dunia notaris yang saat ini merasa mendapat perlindungan frasa tersebut. Sebab penegak hukum, terutama polisi, tidak boleh serta merta demi proses peradilan pidana mengambil dokumen dalam penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang bersentuhan dengan dokumen-dokumen yng dibuatnya tanpa persetujuan MPD. Pemicunya adalah hal tersebut dianggap melanggar prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law) yang tersurat dan tersirat dalam Pasal 28 ayat (1) UUD RI Tahun 1945 yang bersifat universal sesuai pula dengan article 26 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) tahun 1966 yang juga sudah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No. 12 tahun 2005. Di sini ditegaskan adanya persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama (equal protection) tanpa diskriminasi.
Di samping itu menurut MK ada suatu prinsip demokrasi dan “rule of law” yang dapat dicederai dengan frasa di atas yaitu kekuasaan kehakiman yang merdeka (Independence of the Judiciary) yang harus dikawal oleh MK dan Mahkamah Agung. Campur tangan MPD juga dianggap dapat menimbulkan penundaan prosesperadilan dan keadilan. Secara konseptual dapat dikatakan tidak hanya “justice delayed justice denied”, tetapi penundaan keadilan juga melanggar HAM (delay of
justice is violation of human rights). Perkecualian tentu saja dimungkinkan terhadap kedudukan notaris sepanjang berkaitan dengan Kode Etik Notaris yang bersentuhan dengn sikap, tingkah laku dan moralitas serta kehormatan (dignity) notaris. Bukan dalam penegakan hukum, khususnya sistem peradilan pidana (criminal justice system). Gangguan terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka yang bersifat universal bahkan bisa menimbulkan ketidakadilan (criminal injustice system).
Mencermati Putusan MK tersebut para notaris harus berjiwa besar (legowo). Notaris harus menaaati keputusan MK yang secara konstitusional ditugasi untuk menjaga pilar-pilar negara hukum, khususnya kekuasaan kehakiman yang merdeka bersama Mahkamah Agung. Sekalipun dikatakan sebagai “pejabat negara” notaris tidak kebal hukum. Indonesia secara konstitusional adalah Negara hukum. Setiap orang termasuk aparat negara harus tunduk pada hukum, menghormati kekuasaan kehakiman yang merdeka, menjamin “access to justice” siapa saja dan menegakkan hukum secara pasti (legal certainty), keadilan (justice) dan tanpa tebang pilih (equal).
Bagi suatu negara, kedudukan konstitusi sangat tinggi dan strategis. Konstitusi (UUD RI Tahun 1945) bersifat “superior” dalam kehidupan demokrasi yang harus dikawal MK sebagai “the guardian of constitution”. Konstitusimenjaga supremasi hukum, keadilan, kekuasaan kehakiman yang merdeka, menjaga HAM dan menyelenggaran sistem “checks and balances”.Karena terhadap putusan MK tidak mungkin diajukan uji materiil kembali, dan para notaris sudah terlambat untuk menginginkan kemungkinan kembalinya frasa di atas, dengan alasan bahwa notaris merupakan pejabat negara, notaris harus menjaga rahasia klien dan sebagainya.
Notaris dan organisasinya (Ikatan Notaris Indonesia) pada pasca putusan MK adalah menjaga profesionalisme yang berunsur “expertise, responsibility and corporateness” dan taat pada prinsip “good governance” dan etika profesi. Rahasia jabatan atas dasar hak ingkarpun (verschoningsrecht) tidak bersifat absolut karena bisa dikesampingkan apabila terdapat kepentingan yang lebih tinggi yaitu supremasi hukum, atas perintah hakim berdasarkan Undang-undang (Pasal 170 ayat 1 dan 2 KUHAP). Contoh dalam perkara korupsi dan perpajakan, tanpa khawatir dituntut atas dasar Pasal 322 KUHP.
Harus diingatkan pula adalah bahwa para penegak hukum dalam sistem peradilan pidana harus benar-benar cermat sebelum memasuki wilayah kerja notaris, karena dunia notaris yang diwarnai oleh hukum profesi dalam hubungan (duty) antara notaris dan klien berdasarkan hukum dan sumpah jabatan adalah jabatan kepercayaan.
Organisasi Notaris harus cepat berbuat dibantu oleh seluruh anggota notaris agar anggota tidak resah dan mengembalikan kewibawaan dan kehormatan Notaris antara lain :

1. Melaksanakan sosialisasi pemahaman presepsi dengan pihak penyidik baik kepolisian dan kejaksaan mengenai dunia notaris .
2. Menyiapkan tim pendampingan khusus anggota yang terkena permasalahan.
3. Menertibkan anggotanya yang nyata-nyata melakukan pelanggaran kode etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
4. Sering melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan lembaga-lembaga eksekutif,legislatif,yudikatif dan instansi-instansi terkait dengan dunia pekerjaan notaris baik secara tertulis maupun kunjungan-kunjungan rutin tiap bulan.
5. Meminimalisir hal-hal yang mengundang perpecahan dengan para anggota, dan Pemimpin Organisasi harus turun ke bawah, merangkul para anggotanya tanpa membeda-bedakan dari pihak manapun.
6. Membentuk tim khusus untuk sosialisasi aturan-aturan serta hukum yang berlaku di dunia notaris, agar para anggota dalam menjalankan jabatannya merasa nyaman tidak dalam tekanan dari pihak manapun khususnya instansi yang bermitra dengan notaris. Sehingga ada persamaan presepsi yang sama dengan para anggota.
Sebagai kata akhir para notaris harus bertanya sekaligus menjawab pertanyaan : “Kalau kita bersih dan taat hukum mengapa takut ? Kalau kita benar mengapa resah ?.



Komentar Untuk Berita Ini (1)

  • SURYANI 28 Juli 2013 | 10:12

    BU, KITA GAK RESAH TAPI ANEH AJA KOK MK MENGANULIR MPD ,ATAS SARAN ORANG LUAR BU ,FPI AJA TETAP BERTAHAN GAK MAU DIBUBARKAN KITA KOK DUDUK TERPANA , WAKTU KLB INI DIBALI HANYA SEPINTAS MEMANG TIDAK DIAGENDAKAN SETELAH KITA PULANG BARU TERSADAR BAHWA AD

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas